Kamis, 06 Agustus 2009

MEMBANGUN KHILAFAH KECIL*

Oleh: Muh Arif Billah m yus** Prolog: Segala puja dan puji bagi Allah swt, Tuhan yang maha Agung, yang mengusai dan tidak di kuasai, yang telah menciptakan segala sesuatunya berpasang-pasangan. Shalawat berbingkaikan salam kita hadiahkan kepada sosok yang mulia, yang telah mengobah zaman yang penuh dengan tangisan dan kesedihan, menjadi zaman yang penuh dengan kasih sayang, shalawat dan salam juga kita hadiahkan kepada para keluarganya, para sahabat-sahabatnya, dan para pengikut-pengikutnya, dengan memperbanyak shalawat kepadanya kita termasuk dari umatnya yang mengikuti sunnah-sunnahnya,amin. Seiring waktu berjalan melintasi segala sendi kehidupan, manusia saat ini telah mampu menempuh dimensi waktu yang mengantarkannya kesuatu zaman yang di hiasi oleh berbagai ilmu pengetahuan yang kita sebut sebagai zaman mondren, namun sayang seribu kali sayang, saat transportasi menunjukkan kebolehannya dalam beroprasi, dan saat kehidupan manusia talah mencicipi kemajuan ekonomi, kehidupan rumah tangga justru jauh dari yang dimimpikan. Realita kehidupan rumah tangga muslim khususnya saat ini, sangat memprihatinkan, proses penjauhan nilai agama dalam kehidupan dan perombakan nilai fitrah sangat terasa di masyarakat “ Nilai-Nilai baru” yang di tawarkan kebudayaan barat kini telah mewarnai life style masyarakat. Pola hidup berubah kearah materelistis dan individualistis, prilaku manusia jauh dari nilai-nilai kemurnian islam. Masyarakat dan keluarga mengalami benturan nilai permissive society, hingga melahirkan berbagi dilema kehidupan, mulai dari kekerasan masyarakat, pencurain, dan lain sebagainya. Jika di telaah lebih jauh berbuatan nista tersebut tentu jauh kemungkinan untuk terjadi, jika setiap muslim melakukan pernikahan yang sah dan benar menurut syariat islam. Karena untuk menciptakan masyarakat yang madani di perlukan kelaurga yang harmonis. Lalu apa arti pernikahan itu sendiri? adakah pernikahan pada massa jahiliyyah?, apa pandangan islam terhadap pernikahan?,apa saja jenis dan hukumnya? Dan kenapa harus menikah?. inilah yang akan coba kita diskusikan bersama. Defenisi pernikahan: Pernikahan menurut etimoligi: Nikah ialah perjanjian di antara lelaki dan perempuan dengan beberapa syarat . Sedangkan menurut triminologi: pernikahan memiliki tiga arti, yang terdiri dari makna hakiki dan majazi, yaitu: Yang pertama: Pernikahan memiliki arti: hubungan suami istri, dan disebut juga dengan perjanjian menurut bahasa kiasan. Makna yang pertama ini tidak lari dari arti etimologi itu sendiri. Setiap kata nikah yang terdapat dalam Al-quran tanpa ada penjelasan selanjutnya, maka ia memiliki arti: hubungan suami istri. Sesuai dengan firman Alllah swt. dalam surah An-nisa, ayat 22:  Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang Telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Yang kedua: Pada hakikatnya pernikahan memiliki arti Perjanjian, dan menurut bahasa kiasannya memiliki arti bersetubuh, hal ini sesuai dengan firaman Allah swt. dalam surah al-baqarah, ayat 230: artinya: Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Ini adalah pendapat ulama mazhab imam Syafi'i dan ulama imam Malik. Yang ketiga: pernikahan juga memiliki arti persamaan lafadz antara perjanjian dan juga bersetubuh. Dari pengertian nikah di atas timbullah pertanyaan, adakah pernikahan sebelum datangnya syariat?. Dan apa pandangan islam terhadap pernikahan, yang berlaku dalam islam?. Pernikahan Pada Massa Jahiliyyah : Sebagaimana arti pernikahan yang telah kita ketahui, maka ritual pernikahan itu telah terjadi sebelum datangnya syaria'at, di riwayatkan dari Syaidah 'Aisyah ra, ada empat jenis pernikahan yang terjadi pada massa Jahilillyah, yaitu: Yang Pertama: Nikah sebagaimana yang di lakukan pada saat sekarang ini, seorang laki-laki meminang kepada laki-l;aki lain yang menjadi wali si perempuan, dan memberinya mahar, dan menikhainya. Yang kedua: Nikah istibda'. Praktek perkawinan semacam ini bertujuan mencari bibit unggul sebagai keturunan. Caranya, suami memerintahkan istrinya untuk tidur seranjang dengan laki-laki yang gagah perkasa, kaya dan pandai, di saat sang istri telah bersih (setelah habis masa haid), Harapannya agar anak yang dilahirkannya dari laki-laki yang tidur bersamanya, meniru jejak dan karakter sang ayah. Meskipun, ayahnya itu bukanlah suaminya yang sah. Yang ketiga: Berkumpulnya sebagian laki-laki, pada satu wanita, dan melakukan hubungan layaknya sumai istri yang sah, dan apa bila si wanita hamil, maka ia bebas memilih salah satu dari kumpulan laki-laki yang telah tidur dengannya, untuk menjadi ayah dari anaknya, dan si lelaki yang terpilih tidak dapat menolak. Yang keempat: Pernikahan yang hampir mirip dengan pernikah yang ketiga, yaitu seorang wanita yang telah melakukan hubungan suami istri dengan banyak laki-laki, atau saat ini lebih di kenal dengan sebutan placur, atau wanita malam, apabila si wanita hamil, dan melahirkan, maka yang menjadi ayah dari anak yang di lahirkannya, adalah yang paling mirip dengan bayinya. Segala puja dan puji bagi Allah, sang yang maha Baik. Yang telah mengutus Nabi Muhammad saw. guna melangkapi akhlak manusia, yang talah menjadi rahmat bagi sekalian alam, yang dengan perintah sang Maha Sempurna. telah menghapuskan semua jenis pernikahan yang pernah berlangsung pada masa jahilliyah dahulu, kecuali pernikahan yang pertama. Pernikahan inilah yang sah dalam pandangan islam, dengan catatan sesuai dengan tujuan disyariatkannya nikah, Karena, Islam datang membawa nilai-nilai yang luhur dan agung, di dalamnya juga diatur hubungan antar manusia, termasuk hubungan perkawinan. Islam menata perkawinan dengan sempurna, sebab perkawinan menjadi masalah pokok dan vital untuk membina masyarakat yang madanai. Melalui pernikahan manusia dapat saling mengasihi, menjalin hubungan kekeluargaan dan meneruskan keturunan. Pernikahan Dalam Islam: Yang pertama: nikah 'Urfi: atau lebih di kenal denga sebutan nikah siri, nikah ini adalah nikah yang sah, dengan syarat hendaklah pernikahan ini diumumkan kepada masyarakat, kerena islam adalah agama yang melindungi setiap hak maunusia, oleh sebab itu salah satu syarat sah nikah adalah di umumkan, dengan tujuan agar masyarakat mengetahui, bahwa wanita tersebut telah di nikahi, dam juga untuk menghindari dari berbagai jenis fitnah, dan menghindari berbagai prasangka buruk manusia . Yang kedua: Nikah Mut'ah: dalam kamus arab –Indonesia (kamus al'asri), memiliki arti: Nikah sementara. tanpa mengatakan kepada calon isterinya jangka waktu yang ia tentukan, calon isteripun mengatakan aku terimah nikahnya. Ini merupakan salah satu bentuk nikah yang di perbolehkan pada permulaan islam, sebagaimana nabi saw. Telah membolehkan kepada para sahabatnya untuk melakukan nikah Mut'ah, di karenakan banyaknya perang yang terjadi pada massa itu, dan banyak pula para wanita yang tidak menikah alias membujang. Namun pernikahan ini, tidak lama kemudiandi larang oleh nabi saw. Menetapkan dengan tegas bahwa nikah mut'ah adalh nikah yang telah di nasakh. dalam artian praktek nikah Mut'ah tidaklah boleh di lakukan lagi. Dan jumhur ulama pun telah sepakat melarang jenis nikah Mut'ah ini, sehiongga tidak ada seorangpun yang menyalahinya kecuali Syi'ah Imamiyah,yang membolehkan nikah Mut'ah tersebut. Dalil jumhur ulama yang mengharamkan nikah Mut'ah: Yang pertama: dari Al-quran surah An-nisa ayat 25, dan surah Al-mu'minun ayat 5-6: kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, nikah dengan seizin tuan mereka (calon istri) adalah nikah yang syar'i (sah), dengan adanya wali dan saksi,sedangkan nikah Mut'ah tidak lah seperti ini, 5. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, 6. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki ; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa. Allah swt. Telah membatasi dengan tegas, bahwasanya hubungan suami istri hanya sah dilakukan dengan dua golongan yang diatas, dan megharamkan selain dua hal tersebut. Dengan firmannya: Barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan praktek nikah Mut'ah telah keluar dari dua hal tersebut, karena praktek nikah Mut'ah, bukanlah pernikahan pada hakikatnya, dan ini sudah menjadi kesepakatan para ulama hingga Syi'ah sendiripun mengakui hal itu, karena nikah Mut'ah tidaklah mencangkup hak-hak suami isteri mulai dari nafkah hingga warisan. Dan sebagaimana yang kita ketahui salah satu sebab di syariatkannya nikah adalah penetapan nasab sang anak, sedangkan nikah Mut'ah tidak dapat memenuhi hal tersebut, dan juga di dalam nikah yang biasa di tetapkan iddah ketika percerain terjadi dan hal ini juga tidak berlaku pada nikah Mut'ah. Dalil yang kedua: dari hadits Rasulullah saw.: Di riwayatkan dari Robi' bin Sibrah al-juhaini dari ayahnya berkata: aku memalingkan mukaku kerah Rasulullah saw, ketika ia berdiri dan menyandarkan tubuhnya di antara rukun yamani dan makam nabi Ibrahim as. (berdiri di hajar aswad), dan mengatakan" wahai sekalian manusia dahulu aku telah membolehkan kepada kalian untuk menikahi wanita ini dan menceraikannya sesuka hati kalian, dan sekali-kali Allah telah mengharamkannya hingga hari akhir, barang siapa di antara kalian yang masih memiliki istri yang kalian nikahai dengna nikah muta'ah maka hendaklah kalian menceraikannya, dan jaganlah kalian ambil kembali dari harta yang telah kalin beri pada mereka. Dalil yang ke tiga: ijma' ulama: telah di tetapkan oleh seluruh ulama, bahwasanya, praktek nikah muta'ah tidaklah di sebut dengan nikah, akan tetapi merupakan sifat untuk bersenang-senang saja . Dalil syi'ah Imamiyah: Dalil syi'ah imammiyah yang mengatakan bolehnya nikah mut'ah: dalil yang pertama: firman Allah swt. Maka isteri-isteri yang Telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; Ini adalah bukti bahwa boleh nikah mut'ah dalam islam. Dalil yang kedua: nikah mut'ah telah di bolehkan pada permulaan islam, hingga saat ini, karena belum ada naskh yang jelas yang melarang nikah mut'ah itu sendiri. Yang ketiga: Nikah Muaqqot: nikah yang memiliki batas waktu tertetu. Contoh akad nikahnya adalah: calon suami mengatakan kepada calon istri: aku nikahi kamu dan akan ku ceraikan kamu dengan batas waktu sekian". Dalam hal ini Jumhur ulama juga telah bersepakat, bahwa nikah seperti ini adalah nikah yang di haramakan, karena dalam agam islam tujuan dasar dari nikah itu adalah mendirikan keluarga sakinah dan juga mendidik anak, dan ini semua tidak akan terlaksana dengan baik dan benar kecuali hanya dilakukan dengan syarat dan rukun yang sah. Dan nikah seperti ini pada prakteknya sama dengan nikah mut'ah. Zafar bin Hazil salah satu dari sahabat imam Abi Hanifah mengatakan: nikah Muaqqot adalah nikah yang sah, akan tetapi syarat nikahnya fasid . Yang keempat nikah Muhallil : Muhalil, dalam kamus al-'asri, memiliki arti: Seorang laki-laki yang mengawini perumpuan yang di talak 3 (tiga), dan menceraikannya dengan tujuan agar suami pertama dapat menikahi istrinya kembali, yang telah diceraikanya. resepsi nikah ini menurut mazhab imam Hanafi dan imam Malik, wanita yang di nikahi dengan niat supaya ia boleh di nikahi kembali oleh suami yang pertama, maka pernikahan ini tergolong pada pernikahan yang fasid, dan suami yang pertama tidak boleh menikahi istrinya kembali, kecuali jika sang istri telah menikah dan melakukan hubungan sumai istri dengan laki-laki yang lain dengan pernikahan yang sah. DASAR HUKUM ISLAM DALAM PERNIKAHAN: Allah menciptakan manusia. Laki-laki dan perumpuan, dengan sifat fitrah yang khas. Manusia memiliki naluri, perasaan dan akal, adanya rasa cinta kasih antara pria dan wanita adalah fitrah manusia, hubungan khusus antar jenis kelamin diantara keduanya terjadi secara alami, karena aislam memiliki sistem hidup yang paripurna, dan islam pasti sesuai dengan fitrah manusia, karenanya islam tidak melepas kendali naluri seksual secara bebas, yang dapat membahayakan diri manusia dan kehidupan masyarakat. Islam telah memabatasi hubungan khusus antar pria dan wanaita dengan pernikahan, dengan begitu terciptalah kondisi masyarakat penuh kesucian, kemuliaan, sangat menjaga kehoramatan setiap pemeluknya, dan dapat mewujudkan ketenangan hidup dan kelestarain keturunan umat manusia. Hukum pernikahan dalam islam : 1. Wajib: Bagi orang yang mempunyai nafsu yang kuat sehingga dapat menjatuhkannya ke lembah maksiat (zina dan sebagainya) sedangkan ia seorang yang mampu baik lahir maupun bathin. 2. sunnah (mustahab): Bagi orang yang mampu baik lahir-maupun batin, dan ia sanggup mengawal dirinya supaya tidak terjerumus dalam perbuatan yang haram. 3. Haram: Bagi orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memberi nafkah batin dan lahir dan ia sendiri tidak sanggup (lemah), tidak punya keinginan menikah, dan apabila ia menikah ia akan menganiaya isterinya saja. 4. Makruh: Bagi orang yang kurang memiliki kemampuan dari segi nafkah lahir batin akan tetapi jika ia mikah tidak akan memberi kemudaratan kepada istri, 5. Boleh: Jika terlepas dari hal hukum yang empat di atas. Kenapa harus menikah ? Pertanyaan yang memiliki jawaban masing-masing, bagitu juga islam, islam juga memiliki jawaban tentang pertanyaan itu, di antaranya adalah. Menikah adalah perintah dari sang Pencipta, firman Allah swt. dalam surah An-nur ayat 32:  Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. islam juga menjawab, menikah akan membuat kita umat yang terbaik. Hal ini telah di tegaskan oleh Rasulullah saw. dari ibnu Abbas, Rasulullah saw. bersabdah: Barang siapa yang tidak melaksanakan sunnah ku maka ia bukan dari golongan ku, dan salah satu dari sunnah ku adalah menikah, dan barang siapa yang cinta pada ku maka hendaklah ia melaksankan sunnahku. Islam juga menawarakan hidup tenang setelah wafat. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw. Jika anak adam (manusia) talah meninggal maka terputuslah semau amalnya kecuali tiga perkara:1, Sedekah jariyyah, 2.Ilmu yang bermanfaat, 3. dan anak yang sholeh yang berdoa untuknya.(H.R. Bukhori dan Muslim). Islam memandang pernikahan bukan sarana untuk mencapai kenikmatan lahiriah semata, tetapi bagian dari pemenuhan naluri yang didasari oleh aturan Allah swt. (bernialai ibadah), tujuannya sangat jelas yaitu, membentuk kelaurga, sakianah (tenang), mawaddah (penuh cinta). Dan rahamah (kasih sayang). Sesuai dengan firman Allah swt. dalam surah Ar-rum ayat 21: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. Pernikahan dalam islam juga merupakan proses keberlangsungan generasi manusia yang universal, sesuai dengan firman Allah swt. Dalam surah al-hujurat ayat 13:  Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Berbeda dengan pandangan barat yang memandang interaksi dalam bentuk pernikahan adalah hal yang kolot dan keterbelakng. Dalam pandangan mereka yang terpenting dapat memenuhi hasrat bathinnya tanpa harus menikah sehingga lahirlah sifat untu melacur, hidup bersama tanpa nikah dan lain sebagainya, dalam tatanan masyarakat barat lembaga pernikahan di tuduh sebagai pembelenggu kebebasan, akibatnya terjadilah praktek perzinaan secara massal, perselingkuhan, pemerkosaan, pelecehan seksual, homo seksulitas, lesbianisme, dan aborsi dinggap tidak menjadi masaalah. Begitu indahnya islam yang telah menempatkan manusia sesuai tempatnya, ia tidak disamakan dengan binatang karena ia adalah makluk yang berakal yang telah di ciptakan dengan sindah-indah penciptaan. Rukun dan Syarat Nikah : Rukun nikah ada 5 (lima) yaitu : # Wali bagi mempelai wanita. # Mahar. # Mempelai laki-laki # Mempelai perempuan, yang sah untuk di nikahi. # dan Lafadz. Syarat nikah: ada 5 (lima) yaitu : # Suami # Istri # Wali # dua orang saksi Epilog: Demikianlah pernikahan yang telah terjadi, baik pada massa sebelum datang syariat islam maupun setelah datangnya syariat islam, dan seandinya jika kita lihat dengan kaca mata hati nurani maka hati bersih kita hanya akan mengatakan hanya peraturan islamlah yang mampu menjawab problematika kehidupan manusia, dari dahulu hingga sekarang sampai yang akan datang, kebahagian rumah tangga itu hanya akan datang, jika kita dirikan di atas pondasi islam, karena islam telah mengatur hak dan kewajiban anggota keluarga secara sempurna. Komplit,dan harmonis, dan sifat saling mengisi. Suami istri berfungsi sebagai partner, sepasang kekasih, sahabat suka dan duka, satu sama lain saling mengisi kekurangan, saling mengingatkan kesalahan, saling mendorong perbautan amar,ma'ruf dan nahi munkar, oleh sebab itu islam telah melarang melakukan praktek nikah yang tidak sesuai dengan tujuan nikah itu sendiri. Dengan demikian keluarga muslim tidak akan tercemar oleh nilai-nilai yang tidak memiliki prikemanusiaan yang mengatasnamakan kebebasan, yang kini mewarnai life style masyarakat namun senantias berada pada jalan Allah swt. Akhirnya, jika ada yang benar itu datangnya dari Allah swt. Semata. dan saya yakin mekahlah ini jauh dari sempurna, dan ini bukan yang penulis harapkan, dan bukan juga yang di inginkan, kritik dan saran dari peserta semuanya sangat penulis harapkan untuk perbaikan di hari yang mendatang.
Cetatan Pustaka:
1.Abdurrahman bin Muhmammad 'audhi al-jaziry, al-fiqh 'ala mazhab arba'ah, penerbit al-iman, kairo, cet, I, 1419 H/ 1999 M.
2. Sayyid sabiq, fiqh as-sunnah, percetakan al-fath al-I'lam al 'araby, kairo,cet,XI, 1420 H/ 1999 M.
3. Syekh Sa'rawi, al-fatawa, percetakan at-taufiqiyah,kairo,
4. Lajanah min asatidzah qism al-fiqh, bikuliah as-syariah wal-qonun bil-kaherah, jamiatul azhar, al-ahwal as-syakhsiayah, lilmuslimin, kairo, 2007-2008 M.
5. Dr. Abdullah nasih 'ulwan, as-syariah al-islamiyah, percetakan Darussalam, kairo, cet III, 1428 H/ 2007 M.

Tidak ada komentar: