Sabtu, 16 Januari 2010

Balajar atau

Balajar atau diam.

Sebuah ungkapan arif pernah bertutur : 'we can never step into the same river twice'. Ini bisa terjadi, karena setiap detik air sungai itu berganti.

Jika hati nurani itu hidup, maka dia akan tahu jika terjadi suatu kesalahan.
Tapi jika hati nuraninya berpenyakit dan mati, maka Anda akan sibuk mencari-cari
seribu satu alasan.


Dulu, kekayaan hanya identik dengan kekayaan fisik dan materi. Sekarang, sebagaimana dibuktikan oleh banyak pioneer kemajuan, kekayaan intelektuallah yang amat menentukan. Dulu, besarnya kekayaan materi dan fisik amat menjadi pembatas kemajuan. Sekarang, sebagaimana ditunjukkan oleh perusahaan seperti Microsoft, kekayaan materi dan fisik bukanlah pembatas kemajuan. Di tingkat kekayaan fisik dan materi manapun, lompatan kemajuan bisa dilakukan. Asal, ya itu tadi kekayaan intelektual terkelola dengan memadai. Dulu, kecenderungan adalah sesuatu yang given dan mesti diadaptasi. Sekarang, ada banyak orang dan organisasi yang justru maju karena menciptakan kecenderungan.

Dalam bingkai hidup seperti ini, tentu saja hanya sebuah gerakan bunuh diri kalau ada pelaku organisasi yang hidup nyaman dalam comfortable zone of mind. Sebuah wilayah berfikir tanpa penyangkalan. Sinyal apakah Anda sedang bunuh diri atau tidak, sebenarnya mudah dan sederhana. Coba perhatikan paradigma Anda mengelola dan keyakinan-keyakinan Anda. Kalau dalam waktu yang amat lama tidak ada perubahan, alias berputar dari itu ke itu, inilah bentuk bunuh diri yang halus dan tidak manusiawi. Halus, karena tidak kita sadari. Tidak manusiawi, sebab keluar dari kebiasaan umum manusia untuk bunuh diri. Lebih-lebih, sudah tidak berubah dalam waktu yang amat lama, ditambah dengan kebiasaan alam bawah sadar yang kerap berujar : 'saya sudah berpengalaman puluhan tahun, saya memiliki ratusan buku, saya lulusan sekolah terbaik' dan sederetan kebanggaan lainnya.
Bismillahirrahmaanirrahiim,
"Demi masa. Sesungguhya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS. Al-Ashr : 1-3)

Waktu adalah modal. Berjalannya waktu berarti berkurangnya modal.
Kerugian akan mengiringi setiap orang bersamaan dengan berlalunya waktu.
Bila seseorang tidak mampu meraih keuntungan dari tiap detik kehidupannya,
maka semakin tua usianya semakin pula kerugiannya. Ketika waktunya habis
karena maut, maka ia akan pulang dengan tangan hampa bahkan m
membawa eban dosa.Keuntungan ada pada tiga hal:

Pertama,
menghabiskan waktu untuk mempertebal iman.
Tanpa iman yang kokoh orang akan terseret kepada cinta dunia dan lupa akhirat.
Ketika berbuat sesuatu orientasinya keuntungan dunia. Meskipun banyak harta dan
pangkat pun tinggi, ia akan menjadi budak harta dan pangkatnya. Sebanyak apapun
amalnya, kalau tanpa iman, tidak akan diterima Allah.

Kedua,
seseorang akan untung kalau ia menghabiskan waktunya untuk beramal.
Di akhirat nanti yang akan dinilai adalah amal. Aktivitas apapun yang tidak
menjadi amal hanya akan membuang waktu dan tenaga saja. Sesuatu bisa menjadi
amal kalau niatnya ikhlas dan perbuatannya benar di jalan Allah.

Ketiga,
seseorang akan beruntung kalau ia menggunakan waktunya untuk saling
menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Alangkah indahnya bila kehidupan kita
sudah disemarakkan dengan semangat saling menasehati. Betapa tidak? Setiap orang
butuh keselamatan. Selamat dari kerusakan, kebodohan, kecelakaan, kekurangan,
kelalaian, dan kesalahan. Ia tidak mungkin dapat melihat bahaya-bahaya tadi
hanya dengan mata dan telinganya sendiri. Ada ribuan mata dan telinga saudaranya
yang dapat yang dapat membantu melihat bahaya-bahaya yang mengancam. Pemberitahuan
itu adalah nasehat, saran, atau kritik. Namun, meskipun kita butuh pemberitahuan
atau nasehat, tidak semua orang siap menerima nasehat.

Ada beberapa kiat yang dapat kita terapkan dalam menerima nasehat
atau kritik agar dapat menjadi sarana pembangunan kemuliaan.

Pertama,
rindu kritik dan nasehat. Setiap kita tidak pernah bosan-bosannya melihat cermin,
walaupun wajah yang ada dalam cermin adalah wajah yang itu-itu juga, kita
tidak pernah keberatan untuk merapikan rambut bila cermin memperlihatkan
gambar rambut yang acak-acakan. Kita pun tidak pernah marah kepada cermin bila
di cermin kita melihat di mata kita ada kotoran. Reaksi kita adalah membuang
kotoran itu dan bukan memecahkan cermin. Ketahuilah, orang-orang di sekitar
kita adalah cermin yang memberitahukan apa kekurangan kita. Sehingga sepatutnyalah
kita bergembira ketika ada yang memperlihatkan kekurangan kita, karena dengan
demikian kita menjadi tahu dan dapat segera memperbaiki diri.

Kedua,
bertanya. Belajarlah bertanya kepada orang tentang kekurangan-kekurangan
kita dan belajar pula untuk mendengar dan menerima kritik. Istri, suami, anak-anak,
dan teman-teman adalah cermin yang dapat ditanyakan mengenai kekurangan kita.

Ketiga,
nikmati kritik. Persiapkan diri menghadapi kenyataan bahwa kritik tidak
sesuai dengan yang kita harapkan. Kritik selain mengandung isi juga melibatkan cara.
Kadang isinya benar tetapi caranya kurang bijak. Ada yang isinya salah tetapi
caranya benar. Ada yang isi maupun caranya salah. Ada pula yang isi dan caranya
juga benar. Namun tidak ada kerugian sedikitpun bagi kita selama cara kita
menyikapinya benar. Dengarkan dengan baik dan jangan memotong apalagi membantah.

Keempat,
syukuri. Adanya orang yang peduli dengan memberikan kritik kepada kita
merupakan karunia yang patut disyukuri. Jangan lupa mengucapkan terima kasih.
Bila kita berubah menjadi lebih baik melalui nasehat seseorang, jangan lupakan
ia dalam do'a kita dan sebutlah namanya ketika kita menyampaikan nasehat yang
sama kepada orang lain.

Kelima,
perbaiki diri. Lihatlah apakah benar ada kekurangan pada diri kita.
Jawaban terbaik ketika dikoreksi bukanlah membela diri tetapi memperbaiki diri.
Sibukkan diri dengan mendengar kritik dan iringi dengan memperbaiki diri.

Keenam,
balas budi. Sebagai orang yang tahu terima kasih dan menghargai sebuah
pemberian, sudah selayaknya kita membalas pemberian kritik itu sebagai pemberian
hadiah pula. Kalau tidak mampu memberikan sesuatu yang berharga, paling tidak
sebuah ucapan terima kasih yang tulus dan doa yang ikhlas. ***

Ketahuilah dengan sungguh-sungguh, dengan mengubah diri, berarti pula kita
mengubah orang lain. Camkan bahwa orang lain tidak hanya punya telinga,
tetapi mereka pun memiliki mata, perasaan, pikiran yang dapat menilai siapa
diri kita yang sebenarnya

Tidak ada komentar: