Sabtu, 16 Januari 2010

TALFIQ

TALFIQ: HARAMKAH?.
Oleh: M.arif Billah.

Di zaman dot com ini banyak permasalAhan yang harus kita selesaikan, banyak solusi yang harus kita hadiahkan, banyak waktu yang harus kita manfaatkan, banyak pertanyaan yang harus kita jawab, dan banyak opini yang harus kita tangkis, sebagai seorang yang menuntut ilmu khususnya ilmu islam.
Salah satu dari sekian banyaknya pertanyaan yang harus kita jawab adalah,apakah talfiq itu? haramkah ia? Nah di tulisan yang singkat ini penulis mencoba untuk menyinggung tentang hal tersebut.
Talfiq adalah:
Di dalam kamus al-‘asri karya Attabik aly dan Ahmad Zuhdy Muhdhor, di tuliskan kata talfiq memiliki arti: “yang di buat-buat”, talfiq menurut fiqih didefinisikan:
mencetuskan hukum dengan mengkombinasikan berbagai madzhab, sehingga hukum tersebut menjadi sama sekalibaru,. Mencampur-campur madzhab dengan sengaja dan mencetuskan hukum baru yang sama sekali tidak adadalilnya, itulah yang lebih tepat disebut talfiq. Adapun berpindah madzhab dalam satumasalah agama dengan berlandasan kepada dalil atau karena kondisi tertentu, tidak lah termasuk talfiq.

talfiq mencangkup baik itu bidanag ibadah seperti: Seseorang berwudu menurut madzhab Syafi'i yang menyapu kurang dari seperempat kepala, kemudian ia bersentuhan kulit dengan ajnabiyah; dan ia terus mendirikan shalat dengan mengikuti madzhab Hanafi yang mengatakan bahwa sentuhan tersebut tidak membatalkan wudlu.
Adapun contoh talfiq dalam bidang muamalah adalah: Membuat undang-undang perkawinan dimana akad nikahnya harus dengan wali dan saksi karena mengikuti madzhab Syafi'i; mengenai sah jatuhnya thalaq raj'i mengikuti madzhab Hanafi yang memandang sah ruju' bi 'l-fi'li (langsung bersetubuh).
Dari contoh di atas alam kita mengatakn tentang bolehnya talfiq dalilnya hal itu karena:
Alasan Pertama:
Tidak adanya nash di dalam Al-Quran atau pun As-Sunnah yang melarang talfiq ini. Setiap orang berhak untuk berijtihad dan tiap orang berhak untuk bertaqlid kepada ahli ijtihad. Dan tidak ada larangan bila kita sudah bertaqlid kepada satu pendapat dari ahli ijtihad untuk bertaqlid juga kepada ijtihad orang lain.
Di kalangan para shahabat nabi SAW terdapat para shahabat yang ilmunya lebih tinggi dari yang lainnya. Banyak shahabat yang lainnya kemudian menjadikan mereka sebagai rujukan dalam masalah hukum. Misalnya mereka bertanya kepada Abu Bakar ra, Umar bin Al-Khattab ra, Utsman ra, Ali ra, Ibnu Abbas ra, Ibnu Mas'ud ra, Ibnu Umar ra dan lainnya. Seringkali pendapat mereka berbeda-beda untuk menjawab satu kasus yang sama.
Namun tidak seorang pun dari para shahabat yang berilmu itu yang menetapkan peraturan bahwa bila seseorang telah bertanya kepada dirinya, maka untuk selamanya tidak boleh bertanya kepada orang lain. Dan para iman mazhab yang empat itu pun demikian juga, tak satu pun dari mereka yang melarang orang yang telah bertaqlid kepadanya untuk bertaqlid kepada imam selain dirinya.
Maka dari mana datangnya larangan untuk itu, kalau tidak ada di dalam Quran, sunnah, perkataan para shahabat dan juga pendapat para imam mazhab sendiri?
ALASAN KEDUA:
Alasan ini semakin menguatkan pendapat bahwa talfiq itu boleh dilakukan. Karena yang membolehkannya justru nabi Muhammad SAW sendiri secara langsung. Maka kalau nabi saja membolehkan, lalu mengapa harus ada larangan
Nabi SAW lewat Aisyah disebutkan:
Nabi tidak pernah diberi dua pilihan, kecuali beliau memilih yang paling mudah, selama hal tersebut bukan berupa dosa. Jika hal tersebut adalah dosa, maka beliau adalah orang yang paling menjauhi hal tersebut “. (Fathu al-Bari, X, 524)
Adanya dua pilihan maksudnya ada dua pendapat yang masing-masing dilandasi dalil syar'i yang benar. Namun salah satunya lebih ringan untuk dikerjakan. Maka nabi SAW selalu cenderung untuk Sesungguhnya agama ini (Islam) adalah mudah. Dan tidaklah seorang yang mencoba untuk menyulitkannya, maka ia pasti dikalahkan”. (Fathu al-Bari, I, 93)mengerjakan yang lebih ringan.
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam satu agama suatu kesempitan. (Fatawa Syaikh ‘Alaisy, I, 78)
Talfiq akan menjadi haram hukumnya, jika berminat untuk memain-mainkan agama mak hukumnya adalh haram karena agam islam itu memeang mudah akan tetapi jangan di mudah-mudahkan.
Imam syafii pernahmengatakan: "Jika kalian mendapati dalam kitabku sesuatu yang berlawanan dengan hadis Rasulullah s.a.w, peganglah hadis itu dan tinggalkanlah pendapatku."
(Harawi dalam Dzam al-Kalam, al-Khatib dalam al-Intijaj bi al-Syafie, Ibn 'Asakir, al-Nawawi dalam al-Majmu', Ibn al-Qayyim dan a-Filani).
Begitu indahnya islam tidak menyuruh kita untuk ta’asub pada suatu golongan.
Tidak ada salahnya kta mengikuti pandangan Imam-imam mazhab. Pandangan mereka perlu kita hormati karena mereka bukan manusia sembarangan. Ilmu mereka sangat mendalam. Namun demikian kepatuhan kepada mereka ada batasannya dan jangan keterlaluan sampai mengatasi kepatuhan kepada Nabi Muhammad saw.
Sahata:7-3-2009

Tidak ada komentar: