Sabtu, 16 Januari 2010

Profil Syekh Izzuddin Al-qosam


Mengenang Profil Syekh Izzuddin Al-qosam;
Mengajari Kita Hidup Jangan Tertidur![1]
Oleh: M.Arif Myus[2].


PROLOG:
Untuk dapat menikmati hidup, hal terpenting yang perlu kita lakukan adalah menjadi SADAR. Inti kepemimpinan adalah kesadaran. Inti spiritualitas juga adalah kesadaran. Banyak orang yang menjalani hidup ini dalam keadaan ''tertidur.'' Mereka lahir, tumbuh, menikah, mencari nafkah, membesarkan anak, dan akhirnya meninggal dalam keadaan ''tertidur.''
Analoginya adalah seperti orang yang terkena hipnotis. kita tahu di mana menyimpan uang. kita pun tahu persis nomor pin kita. Dan kita pun menyerahkan uang kita pada orang tidak dikenal. Kita tahu, tapi tidak sadar. Karena itu, Kita bergerak bagaikan robot-robot yang dikendalikan orang lain, lingkungan, jabatan, uang, dan harta benda.
Pengertian menyadari amat berbeda dengan mengetahui. Kita tahu berolah raga penting untuk kesehatan, tapi Kita tidak juga melakukannya. Kita tahu memperjualbelikan jabatan itu salah, tapi Kita menikmatinya. Kita tahu berselingkuh dapat menghancurkan keluarga, tapi Kita tidak dapat menahan godaan. Itulah contoh tahu tapi tidak sadar!
Ada dua hal yang dapat membuat orang menjadi sadar. Pertama, kedewasaan berfikir dan musibah. Musibah sebenarnya adalah ''rahmat terselubung'' karena dapat membuat kita bangun dan sadar. Kita baru sadar pentingnya kesehatan kalau Kita sakit. Kita baru sadar pentingnya olahraga kalau kadar kolesterol Kita mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Kita baru sadar nikmatnya bekerja kalau Kita di-PHK. Seorang wanita karier baru menyadari bahwa keluarga jauh lebih penting setelah anaknya terkena narkoba. Seorang sopir taksi pernah bercerita bahwa ia baru menyadari bahayanya judi setelah hartanya disita.
Nah Peluang kali ini kita akan mengkaji hal yang pertama yang membaut orang sadar yaitu kedewasaan berfikir, sosok seorang pejuang yang satu ini, memiliki kedewasaan berfikir jauh meninggalkan umurnya tidak pernah tidur menghadapi lingkungan sekitarnya. Beliau adalah pejaung  sejati kita, syuhada umat islam syekh Izzuddin Al-Qossam. Di kesempatan ini kita akan berdiskusi seputar, kapan dan dimana beliau lahir? Bagimana riwayat pendidikan beliau? Organisasi apa saja yang beliau terjuni? Bagaimana beliau mampu meraih gelar syuhada’? bagaimana interaksi beliau terhadap lingkungan sekitar? dan cermin apa yang bisa kita ambil sebagai genarisi muda?

Nama dan Tempat Tanggal Lahir Beliau:
“Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”, “Dasar yang baik akan menghasilkan, hasil yang baik pula” atau ungkapan yang lainnya yang senada, inilah kata yang pantas kita hadihkan untuk seorang bocah yang gagah dan imut, dengan izin Allah yang maha perkasa tepat pada tahun 1882 di daerah pegunungan Qadha Al-Ladziqiyyah, Syria diberi nama oleh ibu bapaknya MUHAMMAD IZZUDDIN ABDUL QADIR AL QASSAM lahir pada tahun 1882. karena beliau adalah buah hati dari keluarga yang berpegang kuat kepada Islam. Bapaknya seorang guru Quran, hari-harinya di hiasi untuk mengajar anak-anak di kampung mereka membaca dan menghafal al-Quran[3].


Riwayat Pendidikan:
Beliau mencicipi bangku Al- ibtida’i, di tempat beliau di lahirkan. Haus ilmu inilah tipe beliau, hal ini terbukti di umur 14 tahun, beliau telah pergi merantau, untuk belajar (talqqi) di Universitas Al-Azhar di Mesir, di temani oleh saudaranya syekh Fakhruddin. di sana beliau belajar dengan tokoh terkenal, Sheikh Muhammad Abduh, sampai beberapa tahun[4].

Hari-hari Selama Hidup Beliau :
Semasa perang dunia pertama, beliau mengambil peran secara aktif dalam Revolusi Syria memerangi penjajahan Perancis. Revolusi tersebut berakhir dengan berlakunya pertempuran Melson pada tahun 1920
Perjuangan di Syria menjadi semakin rumit ketika penjajah Perancis menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Beliau yang hanya mempunyai dua pilihan yaitu hukuman mati atau tunduk dengan kehinaan telah membuat keputusan untuk berhijrah ke Haifa di Palestin. Tujuan lain pindahnya beliau kenegara tersebut kerana meluapnya pendatang haram Yahudi yang semakin bertambah besar di bumi Palestin.  Tepat pada tahun1921 beliau telah tiba di daerah tersubut.
Hidup yang baru itulah yang dirasakan oleh beliau ketika sampainya beliau ke Haifa di palestin, beliau langsung terjun ke medan da’wah. Ia sangat lihai berpidato. Kelihaiannya itu ia manfaatkan untuk mendakwahkan Islam kepada orang banyak. Sampai akhirnya menjadi khatib tetap di Masjid Raya Al-Manshur, Jabalah.
Keindahan gaya bahasa yang digunakannya sangat menyentuh hati para hadirin. Muhadharahnya disenangi dan ditunggu-tunggu oleh kaum muslimin. Kepiawaiannya memilih kata-kata bisa membangkitkan kesadaran hadirin untuk kembali berpegang teguh dengan ajaran agama Islam.
Beliau adalah Da’i yang menitik beratkan dakwahnya untuk membangkitkan semangat juang, keberanian diri, menanamkan jiwa kepahlawanan di setiap generasi, dan juga menghimbau kepada seluruh generasi akan bahayanya percaya kepada penjajah, dan membuagnjauh-jauh bujukan rayuan manis mereka, karena penajah tidak menginginkan yagn lain dari ktia semau kecuali kemusnahn dan kemengan mereka, hal ini beliau lakukan guna melindungi negara dari berbagai serangan para penjajah yang tak berbudi itu.
Di sisi lain beliau selalu menekankan sifat tawadhu’, akhlak mulia, kecerdasan berinteraksi, istiqomah, pengendalian diri, meluaskan cara pkitang, zuhud, sederhana, ikhlas serta siap berkorban tenaga, waktu dan istirahat demi Islam dalam setiap muhadharah yang disampaikannya. Hal-hal yang didakwahkannya ini senantiasa diusahakan agar dapat teraplikasi dalam keseharian dan benar-benar menjadi qudwah yang dicintai masyarakatnya.
Satu hal yang tak pernah lepas dari kehidupannya adalah kepeduliannya terhadap orang miskin dan dhuafa. Para petani diziarahinya sampai ke ladang-ladang tempat mereka bekerja. Para buruh tak lupa disapa dan diajaknya berbincang walaupun hanya sebentar. Ia tak segan-segan menemani mereka di meja makan atau membantu menyelesaikan pekerjaan mereka sekalipun hanya sesaat.
Menjalin ukhuwah dan gemar bermu’ayasah (berinteraksi di tengah-tengah masyarakat) benar-benar dihayati dan diterapkan dalam kehidupannya. Karena melalui jalan inilah seorang da’i mengerti dan memahami kebutuhan masyarakat yang sebenarnya. Inilah salah satu kunci keberhasilan Syekh Izzuddin dalam da’wahnya mengenalkan Islam kepada masyarakat di sekitarnya yang patut diteladani[5].

Pengalaman Organisasi dan Peran Bregade Al-Qossam:
Beliau adalah salah seorang pemimpin gerakan revolusi Syria saat melawan Prancis antara 1918-1920, dan pindah ke Palestina setelah revolusi berakhir dan tinggal di Haifa
Tahun 1925 Al-Syekh mulai mendirikan gerakan jihad yang diyakininya sebagai satu-satunya sarana untuk membebaskan Palestina. Amil Al Ghouri berpendapat bahwa, “Gerakan ini merupakan gerakan yang paling berbahaya dalam sejarah gerakan perlawanan bangsa Palestina, bahkan sejarah arab secara keseluruhan.” Gerakan ini mendapat sebutan Organisasi jihad (Al Munazhamah Al-Jihadiyyah). Tetapi sepeninggal Al-Qassam organisasi ini lebih terkenal dengan sebutan “Jamaah Al-Qassam atau Al-Qassamiyyun” dan slogan dari jihad mereka adalah: ini adalah jihad kemenangan atau mati syahid.
Jamaah ini tidak menerima keanggotaan kecuali setelah disaring dengat sangat ketat. Dan tidak menjadi anggota Jamaah kecuali mereka yang menykitang sebagai seorang mukmin yang siap untuk mati demi membela agama dan tanah airnya. Dan ini hany dimiliki oelh mereak para generasi  yang beragama dan berakidah yang benar.
Al-Qassam diangkat menjadi imam masjid Al-Istiqlal di Haifa, hal ini semakin memperkokoh kedekatannya untuk berhubungan langsung dengan masyarakat dan mencari unsur-unsur pendukung dalam masyarakat. Pada kesempatan yang sama beliau ditunjuk menjadi ketua organisasi pemuda muslim di Haifa. Maka gerakannya semakin meluas ke daerah-daerah dengan mendirikan cabang-cabang bagi organisasi yang pada akhirnya menjadi tempat berlindung bagi anggota-anggota jamaah Al-Qassam di daerah masing-masing.
Kepemimpinan jamaah ini baru tebentuk pada tahun 1928, dan diantara pendukungnya adalah Al Abdu’a, Mahmud Za’rurah, Muhammah Al-Shalih, Khalil Muhammad Isa. Dan pusat pergerakan ini adalah di Haifa. Dan ketua jamaah bertanggung jawab untuk mengatur dan menentukan kebijakan dan keputusan yang penting. Pada tahun 1935 jumlah anggota ini telah mencapai 200 orang yang kebanyakan adalah para juru dakwah yang memilik basis sampai 800 orang.
Gerakan ini terbagi menjadi lima bidang yaitu; bidang pembelian senjata, bidang pelatihan, bidang mata-mata kepada Yahudi dan Inggris ( kebanyakan dari anggotanya adalah mereka yang berada di militer dan birokrasi), bidang propagkita revolusi dan hubungan politik. Pendanaan diambil dari anggota dan para donatur,
Diantara metodenya adalah setiap anggota wajib belajar menggunakan senjata, dan siap untuk melakukan peperangan dalam kondisi apapun di saat telah di umumkan jihad, setiap anggota wajib mempersiapkan sendiri perbekalan dan persenjataannya. Walau mereka kesulitan dan tidak mampu mempersiapkan itu, namun banyak diantara mereka yang rela tidak makan demi untuk membeli senjata dan demi persiapan perang itu sendiri.
Fase perpindahan kepada perlawanan bersenjata, pada akhir tahun 1928, pada bulan agustus 1929 tejadi revolusi kilat (Al-Barraq) sebagai langkah permulaan untuk menguatkan mentalitas para anggota, dan yang bertindak sebagai Pemimpin adalah Al-Qassam sendiri. Ketika gendang perang ditabuh pada tahun 1935 menurut Subhi Shalih –salah seorang anggota-Al- Qassam telah memiliki 1000 pucuk senjata dan basis pertahanan di Al-Ladziqiyyah.
Persenjatan meraka peroleh dengan cara sumbangan ikhlas para pejuang Brigade AL-Qassam dan bebrapa simaptisan, ada diantar mereka aygnmenual rumah mereka untuk membeli alat perperangan, ada diantaramereka menjual perhiasan milik istrinya, dan ada juga di antara mereka menjual sebagian perabot rumah tangga, tidaklain tujuan mereka untuk mendapatkan persenjataaan, mengusir zionis dari tanah partiwi mereka.[6]
Al-Qassam telah mempelopori munculnya revolusi besar 1936-1939. di daeran Nur Al Syams 15 april 1936 yang dipimpin oleh Al Syekh Farhan As-Sa’adi. Sebagaimana mereka juga mempelopori timbulnya gerakan perlawanan 26 september 1937 dengan terbunuhnya seorang gubernur Inggris untuk wilayah Al Jalil “Andrus”.
Lagi-lagi Al-Qassam memiliki andil dalam mengatur dan memimpin revolusi (tiga dari enam pemimpinnya berasal dar Al-Qassam) yang di pilih pada 2 september 1936 dengan Fauzy Al-Qawqaji sebagai pemimpin umum yang berlangsung sampai berakhirnya revolusi 12 oktober 1936.
Di wilayah selatan Palestina yang menjadi pemimpin adalah Abu Ibrahim Al Kabir Al-Qassami, dan kebanyakan dari para pemimpin di daerah ini adalah anggota Al-Qassam (Abu Muhammad al Shofuri, Sulaiman Abdul Jabbar, Abdullah Al Asbah, Taufik Ibrahim, abdullah Al Syair). Di daerah Nablus bendera diusung oleh empat pemimpin, dua diantaranya anggota Al-Qassam, dan masih banyak lagi di tempat-tempat lain. Secara umum Al-Qassam memiliki peran yang sangat strategis dalam revolusi Palestina baik sebagai pemimpin, prajurit, pengambil kebijakan dan strategi perang.
Ketika diumumkan perang besar tahun 1947-1948, tampillah pasukan Al-Qassam di bawah kepemimpinan Al-Hajj Amin Al-Husain sebagai panglima jihad suci (Jihad Al Muqaddass) bersama tentara penyelamat yang dipimpin oleh Fauzi Al-Qawqaji. Di wilayah selatan mereka tetap ikut ambil bagian dalam pertempuran-pertempuran meskipun bukan dari golongan mereka yang menjadi pemimpin. Dan mereka tetap berjihad mengikuti pemimpin tertinggi tersebut.
Al-Qossam hanyalah sebatang busur, dan para sahabatnya laksana anak panah yang meluncur. Sang Pemanah Maha Tahu sasaran bidikan keabadian. Direntangkan-Nya busur itu dengan kekuasaan-Nya hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat. Meliuk dalam suka cita rentangan tangan Sang Pemanah. Sang Pemanah mengasihi anak panah yang melesat laksana kilat, sebagaimana pula dikasihi-Nya busur yang mantap.

Kronologis Syahidnya Sang Pemberani  dan Cerminan Untuk Generasi Muda:
Wahai kaum muslimin, kalian sudah sangat tahu urusan agama kalian, sampai tak ada satu pun di antara kalian yang tak mengetahuinya. Kalian juga tahu persoalan negeri ini hingga telah sampai kewajiban jihad kepada kalian semua. Atau apakah belum sampai juga pada kalian? Ya Allah, maka saksikanlah!! Berjihadlah wahai umat Islam!! Berjihadlah wahai kaum muslimin!!” Tegas  syekh Izzuddin Al-Qossam, imamnya syuhada Palestina, saat khutbah terakhir menjelang syahidnya
Cahaya matahari menjadi saksi atas syahidnya seorang ulama mujahid. Syekh Al-Qossam, namun semangatnya masih tetap membakar jiwa seluruh rakyat Palestina. Sampai sekarang, namanya bahkan masih bisa membuat pasukan Israel terkencing-kencing, karena ia menjelma menjadi sekelompok ksatria yang mewarisi semangatnya: Brigade Syahid Izzuddin Al-Qossam.
Subuh adalah sepenggal waktu yang nyaman untuk dinikmati. Karena oksigen masih fresh seperti siraman embun yang jatuh ringan menutupi permukaan bumi. Subuh adalah sebening anak pra aqil baligh yang belum berdosa.Tapi perasaan nyaman terhadap subuh tidak terjadi di Akhros sebuah desa di dataran rendah seputar Haifa.
Sungguh, tiba-tiba subuh tidak lagi bening dan hening. Tikar sajadah baru saja dilipat. Lidah masih basah dengan wirid shabah. Tak ada teh panas yang dapat dinikmati, apalagi roti sebagai penganan pagi. Tidak perduli dengan segala burung yang bernyanyi merayakan datangnya matahari yang membagi sinarnya kebumi. Pagi itu tepat 20 November 1935, Syekh Al-Qossam dan para sahabatnya harus berhadapan langsung dengan para penyerang yang datang tiba-tiba dari tiga penjuru sekaligus.
Dentuman senjata berat dan ledakan-ledakan, terdengar mengusik keindahan pagi dan menyapu hawa dingin dengan panas mesiu. Kilatan senjata pembunuh itu merobek keceriaannya dan menggantinya dengan kepulan awan hitam yang meringis. Serangan membabi buta itu tidak meninggalkan sepenggal rasa kemanusiaan sedikitpun. Inggris dan Yahudi membumi hanguskan pemukiman Syekh Al-Qossam untuk mengakhiri perlawanannya.
Setelah beberapa jam membombardir, serangan itu terhenti tetapi serentetan tembakan sporadis masih terdengar, kemudian sepi. Sebuah ledakan mengguncang, kemudian sunyi kembali. Alam menjadi saksi atas pertempuran yang tak seimbang itu. Inggris mengerahkan 400 tentaranya demi menumpas puluhan pengikut Syekh Al-Qossam.
Di ufuk timur deretan awan lengkung seperti alis yang menyiratkan suasana kelam. Serentetan tembakan kembali terdengar, horison pun kini senyap seperti mata yang pejam. Sebuah ledakkan kembali berguncang, namun tiba-tiba langit seolah mengangkat pelupuknya, dipkitanglah matahari, muram dan merah. Dengan berat ditataplah bumi, para pejuang tersungkur, tubuh-tubuhnya hancur, tanah bersimbah darah Mentari yang baru muncul tak menemukan keceriaan pagi selamanya.

“Pasukan kami telah memasuki permukiman itu, dan sekarang mereka telah menguasai. Sekarang tidak ada konfrontasi, siapapun yang membawa senjata akan ditangkap,” kata komkitan operasi Kerajaan Inggris.

“Kami sedang mengejar para buronan dan menahan mereka. Dalam beberapa jam ke depan operasi ini akan membawa hasil penuh.”
Sebelum peristiwa penyerbuan tentara Inggris dan sekutunya itu, sebenarnya Syekh telah mengambil ancang-ancang menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi dengan melatih para petani dan masyarakat untuk memegang senjata di dataran tinggi Junein. Namun sebelum revolusi sempat dikobarkan, Inggris dan Yahudi lebih dulu menyapu mereka dengan memperalat tentara Arab dan Palestina..
Syekh Al-Qossam bersama para sahabatnya bisa saja meloloskan diri, namun pantang baginya melarikan diri dari medan pertempuran. Pada waktu itu pasukannya berada pada tempat yang tidak menguntungkan untuk mengadakan perlawanan. Saat itu pasukannya berada di dataran rendah sedangkan musuh berada di balik perbukitan.
Inggris yang licik berhasil memperalat badan keamanan Arab Palestina untuk melancarkan aksinya membungkam perlawanan Syekh dengan meletakkan mereka di 3 barisan pertama. Siasat licik ini dijalankan setelah sebelumnya Inggris menuduh syekh Izzuddin dan lainnya adalah perampok yang selalu membajak pedagang yang sering melewati kawasan tersebut.[7]
Sebelum perlawanan dimulai, Syekh mengingatkan agar jangan melukai pasukan Arab karena mereka cuma diperalat dan tidak tahu apa-apa. Lalu ia mengumkitangkan syiar: “Hadzaa jihadun fi sabilillah wal wathon, wa man kaana hadza jihaduhu la yastaslim lighoirillah” dan menyerukan: “muutuu syuhada’….!”
Penyerbuan atau lebih tepat sebagai pembantaian itu dimulai pukul 05.30 pagi dan berlangsung selama 4,5 jam. Setelah melakukan perlawanan keras, akhirnya syekh Izzuddin Al-Qassam, Yusuf Abdullah, Ahmad Syekh Sa’id, Sa’id ‘Atiyah Ahmad, Ahmad Mashlah Al-husain, menemui tujuan hidup mereka yaitu mati syahid dan beberapa orang tertangkap karena luka setelah di penajarakan mereka dibunuh dengan kejamnya, dan dari pihak inggris terbunuh lebih dari 15 prajurit.
Mendung menyelimuti Haifa, mengiringi kepergian sang mujahid sejati yang dikenal sangat peduli dengan rakyat kecil. Jasad mereka  dimakamkan di dekat kampung halamannya diBajur kurang lebih 7 km. dari Haifa kampung kelahiran beliau[8].
Keteladanan yang bisa ditiru dari perjuangan beliau adalah keikhlasan, pengorbanan dan senantiasa menebarkan kehangatan dengan orang-orang di sekitarnya. Sifat-sifat ini sangat membantu kesuksesan dalam medan da’wah, jalan yang ditempuh oleh para Nabi utusan Allah. Syekh Al-Qossam dan para sahabatnya telah menjadi penghuni rumah masa depan yang kini tengah dinikmatinya. Syekh Al-Qossam telah menjadi milik zaman dan sejarahnya. Birruuh…biddaam…nafdika ya Islam… !!!
EPILOG:
Hidup ini seringkali menipu dan meninabobokan orang. Untuk menjadi bangun kita harus sadar mengenai tiga hal, yaitu siapa diri kita?, darimana kita berasal?, dan ke mana kita akan pergi?.
Ada sebuah ungkapan menarik dari seorang filsuf Perancis, Teilhard de Chardin, ''Kita bukanlah manusia yang mengalami pengalaman-pengalaman spiritual, kita adalah makhluk spiritual yang mengalami pengalaman-pengalaman manusiawi.'' Manusia bukanlah ''makhluk bumi'' melainkan ''makhluk langit.'' Kita adalah makhluk spiritual yang kebetulan sedang menempati rumah kita di bumi. Tubuh kita sebenarnya hanyalah rumah sementara bagi jiwa kita. Tubuh diperlukan karena merupakan salah satu syarat untuk bisa hidup di dunia. Tetapi, tubuh ini lama kelamaan akan rusak dan akhirnya tidak dapat digunakan lagi. Pada saat itulah jiwa kita akan meninggalkan ''rumah'' untuk mencari ''rumah'' yang lebih layak. Keadaan ini kita sebut meninggal dunia.
Oleh sebab itu saudara ku sekaliaan, ini adalh hari kita, ini adalh zaman kita, ini adalh waktu kita, maka bangkitlah dari tidur panajang kita, sadarlah dari mimpi indah kita, berlarilah, berjauglah, buktikan bahwa kita memeang genarasi yang tahu terimaksih, buktikanlah bahwa kita genarasi yang tahu balas budi, buktikanlah bahwa kita buha hati yang mampu meraih mimpi-mimpi indah ibu kita, buktikan sobat,buktikan teman, karena mentari indah esok hari belum tentu mau menyapa kita 
Itu lah Syekh Izzuddin Al-Qossam sosok yang tekpernah berkata “ esok aku pasti akan melakukannya” ungkapan yang memkasa ktia untuk hidup jangan tertidur. 
Akhirnya penulis menayadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, akrab dengan kesalahan dan kekhilapan itu bukan tujuan dan maunya penulis, jika ada yang benar itu dari Allah sang Maha Sempurna kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan di hari mendatang.

DAFTAR PUSTAKA:

Dr. Ibrahim Ismail Masyayikh dhiddu as-shultah wa as-shulthon cetakan darat al-karaz, kairo, cet I, 2004.
Prof. Dr. Al-wa’i Yusuf Taufiq, Syuhada al-Harakah Al-islamiyah,cetakan dar At-Tauzi’ wa An-Nasr Al-Islamiyah, kairo, jilid I, cet I, 2006.


1     makalah ini dipersentasikan di kajian At-Tsaqofi  PADU tgl 18-04-2009 M. di soqor qurays
2  penulis adalah putra batubara asli, anggota kajian At-Tsaqofi, anggota luar bisa PADU, dan mahasiswa    
      uniersitas Al-azhar As-Syarif. Cairo.
[3] Dr. Ismail Ibrahim, Masyayikh dhiddu as-shultah wa as-shulthon, cetakan darat al-karaz, kairo, cet I, 2004, hal. 182
[4] . Ibid, 182
[5]  Ibid,  184
[6] , Ibid,  184

[7]  Prof. Dr. Taufiq Yusuf Al-wa’i, Syuhada al-Harakah Al-islamiyah,cetakan dar At-Tauzi’ wa An-Nasr Al-Islamiyah, kairo, cet I, 2006 jilid I, hal, 231.

[8] , Dr. Ismail Ibrahim, Masyayikh dhiddu as-shultah wa as-shulthon, cetakan darat al-karaz, kairo, cet I, 2004, hal, 185

Tidak ada komentar: