Sabtu, 16 Januari 2010

GELAR

HARGA GELAR
Oleh: Abi Atikah.

Assalamualaikum,,,Zayyukum?,kayfa halak? Untaian kata ini telah sering kita ucapkan untuk memulai kombor nahnu dengan orang-orang arab, (mesir khususnya), itulah ucapan perhatian untuk memulai kombor kita, antah itu melemak, atau ilmiah, yaa,, tersorah masing-masing lah yo, Nah, di peluang omas ini, nampaknya saya ingin mengkopy ucapan itu, buat para sobat, dan abangku sekalian, di manopun berada, di mesir atau mencanegara, zayyukum?. Doa ku semoga kebahagian dan keberhasilan selalu mengiringi di setiap ucapan dan langkah para sobat dan abangku sekalian, amin.
Maaf lah yo!, kalau aku tak bisa memulai kombor kito ini dengan pantun, seperti yang telah di lakukan oleh sobat kita, yang The Best, di edisi kemaren,panton beliau memang jempolan punyo, makanye bisa menjadi pemenang di salah satu perlombaan bergengsi di mesisir. Selamat ya..
Edisi kali ini rubrik kombor kinanah mengajak utuk men-nsisa (mengkaji, serius tapi santai), karena memang saat-saat ini, merupakan saat-saat yang menuntut untuk rehat, tapi juga serius lhoo. sesuai dengan tema judul kito diatas nampaknya gelar itu tidak bisa kita anggap remeh, apa lagi enteng. Parahnya lagi di pandang sebelah mata, layaknya mata Jaja Miharja ketika mengatakan, apaan tuuuu!. Dia acara kuis dangdut, di stasiun TPI,(wah namapaknya penulis hapal kali ini acara, pernah jadi korban ya boss??) nggak usah di jawab, hanya pertanyaan para fends, yang usil,ok,,
Meskipun ada pandangan yang kontradiktif (jenis apaan tu boss,) di masyarakat kita tentang gelar baik akademis atau gelar untuk yang lebih dewasa, seperti kata “abang” contohnya. Tak sedikit yang berpendangan bahwa gelar itu sama sekali tidak penting. Sesungguhnya, pandangan demikian bukan disebabkan oleh gelar itu sendiri, namun disebabkan banyaknya orang yang merasa kurang diuntungkan dari gelar yang dimilikinya. Ya nggak??
Namun di lain pihak, tak sedikit yang tetap berpandangan bahwa gelar itu sangat penting. demi kedamaian hidup katanya, Kenyataan yang mencerminkan pandangan kedua ini juga bisa kita lihat dari praktek hidup sehari-hari kita di sisni, karena memang gelar sangat berpengaruh dalam sebuah keharmonisan kebersamaan. Andaikan gelar itu tidak penting, tentu tak akan ada rasa memiliki konon lagi perhatinaan antara kita. (wah bener banget tuh bosss, ane setujuh). Andaikan gelar itu tidak penting tentu jumlah anggota yang peka terhadap sebuah rutinitas yang baik akan segera punah karena memang untuk mencari spirit yang hilang kita butuh nasehat dan arahan, dan ini hanya berlaku bagi mereka yang memang mengerti akan harga sebuh gelar, gelar itu hanya akan menjadi masaalah jika diri kita bermasalah, seperti adanya konflik-konflik dalam diri yang akhirnya membatasi pemberdayaan-diri, pendidikan-diri, dan pembelajaran-diri kita. (waduh boss puisinya susah di pahamai).
Nah resep supaya gelar itu tetap utuh bersemayam dalam diri kita, kita butuh mental yang kuat, sikap mental kuat adalah ekspresi penyikapan yang dilandaskan pada kesimpulan menang, bergerak menginjak realita. Adakah orang yang sanggup mengalahkan realita? Tidak ada orang yang sanggup melawan realita. Tetapi, pengertian kalah di sini, adalah kegagalan kita menemukan bagian spesifik dari realita yang tepat untuk memberdayakan diri kita.
Sebelum melanglang buana lebih jauh kita meyamakan presepsi dulu apa yang kita maksud dengan gelar, gelar yang saya maksud dalam tulisan ini adalah, “sesuatu yang kita miliki, untuk menentukan yang sholeh dan salah.”
Mengapa kita perlu memilih sikap mental kuat dan memilih menjadi pemenang?
Samuel Butler mengatakan: “Hidup ini seni”, life is an art.(waduh jenis apa lagi nih boss) Namanya seni, berarti sebagian besar keindahan sebuah kreasi lebih banyak ditentukan oleh sikap mental untuk menyentuh, bukan tergantung pada bahan baku. Batu bisa hanya sekedar menjadi batu tetapi bisa pula menjadi patung yang bernilai. (sory kalu agak susah untuk di pahami.hehehehe)
Perbedaan pola sikap mental yang kita gunakan dalam melihat kenyataan, akan menciptakan perbedaan kesimpulan mental (hasil makna) yang kita pahami. Perbedaan kesimpulan akan membedakan keputusan, dan perbedaan keputusan akan membedakan (rencana) tindakan, perbedaan tindakan akan membedakan kebiasaan dan perbedaan kebiasaan akan membedakan karakter (prilaku menghadapi hidup) dan perbedaan di tingkat karakter akan membedakan perbedaan tanggapan (feedback) yang dikeluarkan oleh kehidupan kepada kita.
“Hidup ini adalah pemainan”, firman Allah dalam kitab suci. Separoh dari permainan hidup ini dimenangkan oleh sikap mental”, kata Danny Ozark (Half this game is 90 % mental). “Kemenangan sejati para juara di lapangan tidak telepas dari gelar yang kudung mereka miliki, mental yang kuat juga sikap mereka yang peka terhadap apa yang mereka miliki,
Nah,, gelar yang paling spesifik lebih banyak ditentukan bukan oleh angka yang melekat pada gelar itu, tetapi oleh bagaimana kita mengolahnya menjadi indah; ditentukan oleh sikap mental yang kita pilih untuk menyikapi realita lingkungan, atau bagaimana kita menjatuhkan kartu bermain dari kartu apapun yang sudah kita miliki. Mark Twin pernah bilang: “Hidup ini bukan persoalan kartu apa yang kita terima, tetapi kartu apa yang kita pilih untuk kita jatuhkan.”
Salah satu jurus jitu yang bisa kita gunakan untuk mengeksplorasi keinginan yang benar-benar spesifik bagi kita adalah pertanyaan-diri (self-questioning), misalnya saja: “Apa yang bisa saya lakukan dengan apa yang sudah saya miliki dalam hidup ini, untuk adik-adik ku?, lingkunganku? Kekeluargaanku? Almamterku? guna memperbaiki diri ke arah yang lebih baik?”. Semakin banyak jawaban yang kita temukan akan semakin bagus, sehingga kita memiliki banyak pilihan untuk menyusun langkah berdasarkan skala prioritas utama. (iyooo,,iyo,,,,,iyo,,,,)
Karena kepemilikan gelar ini sebagian besar lebih ditentukan oleh hasil penilaian pribadi kita, maka kreativitas menjadi sangat dibutuhkan. Meskipun kita adalah makhluk yang unggul, tetapi jika kita tidak peduli akan sekitar kita maka kita akan kalah.
Singkatnya, gelar itu sangat penting untuk menghasilan kesimpulan kita pada diri kita sendiri, sehingga penilaian kita atas diri kita tidak menghasilkan kesimpulan yang berarti, Kesimpulan ini tentu tak akan jauh dari sikap mental kuat, kemampuan mengolah apa yang sudah kita miliki dan bagaimana menggunakan apa yang kita miliki untuk mencapai apa yang kita ingini. sehingga hidup.kita tidak perlu Meminta magrib dan subuh menyadarkan kita akan hidup yang fana ini. Semoga bermanfaat yoo.
Arif_myus@yahoo.com

Tidak ada komentar: